Berita


Kelas Kreatif BNI Yuk Intip Pengusaha Milenial Handal Banyuwangi

Jakarta, 31 Maret 2019 --- Kelas Kreatif BUMN yang digelar BNI di Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (31 Maret 2019) ini tidak hanya menampilkan para pebisnis milenial sukses seperti Mas Danu dari Raja Cendol, tetapi juga pengusaha-pengusaha muda tahan banting asal Banyuwangi. Mereka tak hanya kreatif dan inovatif melainkan juga inspiring karena sangat dermawan dalam berbagi ilmu berbisnis.

Yuk kita simak dua diantara pengusaha muda yang beruntung diajak buka stand di Event Kelas Kreatif BUMN ini:

Jangan Mengeluh, Sebelum Berjuang Seberat Hadi

Selembar kain batik ini begitu kaya motif. Tergantung disalah satu sudut booth Suruh Temurose, merk batik tradisional asli Banyuwangi. Ada motif batik Galaran, Kopi pecah, Totogan, Sisik Melik, dan Para Gempal. Inilah desain yang muncul dari benak seorang anak muda, Hadi Ardan (27).

Bagi ayah seorang balita ini, setiap lembar kain batik yang dia produksi mewakili perjuangan hidupnya. Pada usia belasan, Hadi pernah menggelandang karena kehabisan uang seusai berlayar di Denpasar, Bali. Pernah bekerja sebagai satuan pengamanan, tetapi diberhentikan akibat terserang malaria dan tidak masuk kerja selama 4 hari.

Pilihan Hadi jatuh pada batik sebagai sumber nafkahnya, tidak ditentukan dengan mudah. Di tempatnya bekerja terakhir, yaitu pada sebuah perusahaan kargo di Banyuwangi, Hadi dapat melihat dan menilai produk-produk yang paling sering ditransaksikan. Ditambah bakat melukis yang sudah dimilikinya. Hadi akhirnya berharap Batiklah masa depannya. Meskipun pengusaha batik sudah banyak di Banyuwangi saat itu, beberapa bulan usai Lebaran tahun 2016.

Bermodal uang di saku sebesar Rp 150.000, pinjaman kain putih dari seorang pengusaha batik senior yang berbaik hati, serta kuali untuk mencanting batik pinjaman ibunya, mulailah Hadi bertualang dengan Batik.

"Kain kafan pinjaman itu saya pakai untuk menuangkan ide dan desain batik saya. Setelah selesai, saya tunjukkan ke pengusaha batik yang meminjamkan kain. Dia suka dan membelinya Rp 300.000. Saya langsung bayar utang-utang saya dan beli bahan," ujarnya.

Hampir empat tahun setelahnya. Dari hanya seorang diri, kini mempekerjakan 18 orang tenaga canting dan 4 orang batik cetak. Hadi sudah percaya diri membandrol kain batik tulisnya dengan harga Rp 650.000 hingga mendekati Rp 1 juta per lembarnya, serta batik cetak dari harga Rp 85.000 hingga Rp 150.000 per lembar.

Setiap coretan garis dan polesan warna pada batiknya selalu disertai makna. Ini kekuatan batik Suruh Temurose, yang juga bermakna pucuk daun serai yang paling ujung. Mengasosiasikan pada letak geografis Banyuwangi yang memang berada di ujung paling timur pulau Jawa. Tempat mentari pertama kali menyinari bumi dari timur. Demikian Hadi memiliki angan-angan luhurnya.

Beberapa event membuat Hadi semakin semangat dengan usahanya. Seperti ketika Presiden Joko Widodo tampil dengan udeng karyanya. Ketika Ibu Negara Iriana Joko Widodo bersedia menunjukkan kain dan berfoto untuk akun sosial media Hadi. Dan ketika Bupati kebanggaan warga Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengunjungi stand - nya. Semua momentum itu penting bagi perkembangan Suruh Temurose.

Sebagai pengusaha milenial, Hadi paham betul arti strategis sosial media. Bagi pengusaha baru seperti dia, galeri produk sangatlah penting. Untuk itu, akun sosial media dijadikannya sebagai galeri. Tempat orang bertanya tentang batik. Tempat orang mengetahui tips-tips mengurus batik yang baik. Hadi siap berbagi ilmunya dengan semua orang yang mencintai batik.

Pentingnya galeri ini yang mendorong Hadi begitu berterimakasih pada BNI. Perusahaan ini mengajak Hadi dan pengusaha kecil di Banyuwangi melek internet marketing melalui pelatihan di Rumah Kreatif BUMN (RKB) Binaan BNI. Bank ini juga yang sering mengajak Hadi pameran.

"Karena semakin banyak orang ingin tahu tentang batik, akan meningkatkan pamor batik. Dan akhirnya nanti meningkatkan nilai batik itu sendiri. Dan akhirnya mengangkat harga batiknya," ujar Hadi sambil menunjukkan akun Istagramnya di Pendopo Bupati Banyuwangi, dalam Event Kelas Kreatif BNI, Minggu (31 Maret 2019).

Kisah Kedua:

Kisah Riri, Bertahan dengan Kerajinan Tangan

Riri sudah 19 tahun berbisnis. Sejak tahun 1999. Berawal di Bali, dia menjadi pengrajin souvenir khas Pulau Dewata. Namun, persaingan ketat di pulau Bali, membawanya ke Banyuwangi pada tahun 2012. Sedikit trauma dengan usaha souvenir, Riri mencoba jualan pakaian di Pasar Dlimo, Banyuwangi, sembari membantu istri tercinta yang memang gemar berdagang baju.

Setahun kemudian, Riri dikejutkan oleh pengakuan temannya, seorang seniman pelukis patung miniatur penari Gandrung Banyuwangi. Ternyata dia harus beli patung penari gandrung yang belum dilukis justru dari Yogyakarta. Padahal Tari Gandrung adalah tarian khas Banyuwangi, identitas budaya tanah Blambangan. Fakta ini yang menarik kembali Riri untuk berkreasi pada dunia kerajinan tangan.

"Waktu itu sudah ada 3 pelukis patung miniatur, tetapi belum ada satu pun pengrajin patungnya. Lalu saya buatkan patungnya. Teman-teman pelukis senang karena harganya separuh lebih murah," ujar Riri.

Sejak 2013 itu, Riri menjadi pengrajin kembali. Dan menggeber merk kebanggaannya hingga sekarang yaitu Renk Raas Creative. Renk Raas yang berarti orang dari Pulau Raas dekat Pulau Madura. Asal muasal Riri.

Apapun pesanan yang datang, dia usahakan jadi. Pemesan seringkali datang hanya dengan ide, tanpa membawa contoh produk. Semua ide dan keinginan pemesan itu direalisasikan Riri dengan membuat sample berbahan kayu sengon atau gambar. Setelah sepakat, barulah diproduksi lebih banyak.

Tahun 2018 lalu, misalnya, pemesannya adalah seorang dosen asal Korea. Dia membawa 100 mahasiswa ke Banyuwangi. Dosen ini meminta Riri membuatkan souvenir, berupa patung miniatur dirinya. Dan Riri sanggup menyelesaikan pesanan sang dosen Korea itu dalam 10 hari. Sekaligus 200 miniatur dan tepat waktu.

"Dosen Korea itu tahu, dia bisa saja pesan ke China, tetapi hanya lewat saya jumlah pesanannya cocok. Ke China dia harus pesan ribuan sekali order. Dengan kualitas yang sama, saya bisa penuhi, tanpa harus pesan ribuan. Ini keunggulan kami, pengrajin Banyuwangi," ujarnya.

Kini, kerajinan hasil karya tangan terampil Riri bisa ditemukan di berbagai toko oleh-oleh Banyuwangi. Termasuk di di Sun Osing misalnya, toko oleh - oleh yang sangat dekat dari bandar udara Blimbingsari, Banyuwangi. Atau di Osing Deles, tempat oleh - oleh sekaligus cafe yang menawarkan pengalaman mencicipi kopi khas Banyuwangi. Hampir semua karyanya, baik gantungan kunci, gelang kulit kekinian, miniatur patung, hingga jam weker berornamen pasir laut yang diambil dari pantai-pantai Banyuwangi.

Kecuali Miniatur Kapal Tradisional Slerek Banyuwangi. Karya yang satu ini hanya ada di galeri Riri. Selain dibuat sangat persis dengan kapal aslinya, Perahu Slerek Muncar ini dibuat dari kayu jati dan ditempeli mesin mini yang membuat perahu mungil ini benar-benar bergerak di atas air. Untuk yang satu ini, Riri membanderol Rp 700.000 untuk satu unit miniatur Perahu Slerek Muncar tersebut.

Selain memajang kerajinannya di toko-toko oleh-oleh, Riri masih sangat bergantung pada pameran di berbagai event. Keramaian seperti Festival Petik Muncar yang digelar setiap tanggal 15 Muharam kerap menjadi andalan dalam penjualan.

"Saya juga menyimpan produk untuk dijajakan di toko Rumah Kreatif BUMN yang dikelola BNI di Banyuwangi. Semua jalur saya maksimalkan untuk memperluas penjualan," ujar Riri.

Rangkaian usahanya untuk bertahan dalam bisnisnya ini bersumber pada satu motivasi yang muncul sejak awal bisnisnya, yaitu jangan takut untuk nekad dalam memulai usaha. "Teman-teman pebisnis tidak ada yang tidak nekad sewaktu memulai usahanya di Banyuwangi ini. Yang penting jaga pertemanan agar usahanya terus berkembang," pesannya saat ditemui di Stand Kelas Kreatif BUMN yang digelar BNI di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (31 Marer 2019).

 

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:

Kiryanto,

Corporate Secretary BNI

Telp: 021-5728387, Email: bni@bni.co.id

Related

Arsip Berita